EKONOMI ISLAM SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF TERHADAP BERBAGAI PERMASALAHAN EKONOMI





Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari tentang
perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk
memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Sementara, Islam
sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia
maupun akhirat. Dengan demikian ekonomi merupakan suatu bagian dari agama
(Islam), karena ia adalah bagian dari kehidupan manusia. Kalau ia adalah suatu
bagain dari agama maka tentulah ia ada dalam sumber yang mutlak yaitu Alquran
dan al-Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan. Kedudukan
sumber yang mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama yang istimewa
dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas perspektif ekonomi
Islam segalanya bermuara pada akidah Islam berdasarkan al-Qur’ān al-karīm dan
al-Sunnah al-nabawiyyah (Misanam, 2008: 14). Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan Ekonomi Islam itu adalah sistem yang mengaplikasikan prinsip ekonomi
yang sesuai dengan ajaran Islam, bagi setiap kegiatan ekonomi yang bertujuan
menciptakan barang & jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Solusi yang Ditawarkan :

Pertama, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth). Islam mencapai pro-poor growth melalui  dua jalur utama: pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan  riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan dengan itu, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi produktif melalui kerja sama ekonomi dan bisnis seperti mudārabah, muzāra'ah dan musāqah. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan.

Kedua, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik dan penggunaan anggaran Negara sepenuhnya untuk kepentingan publik. Tidak pernah terjadi defisit anggaran dalam pemerintahan Islam walau tekanan pengeluaran sangat tinggi, kecuali sekali saja, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad s.a.w, yang disebabkan oleh peperangan. Bahkan pada masa Khalifah Umar dan Uthman terjadi surplus anggaran yang besar. Yang kemudian lebih banyak didorong adalah efisiensi dan penghematan anggaran melalui good governance. Di dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran menjadi sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin.

Ketiga, Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor infrastructure). Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian. Nabi Muhammad s.a.w. membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat untuk membangun perumahan, mendirikan permandian umum di sudut kota, membangun pasar,
memperluas jaringan jalan, dan memperhatikan jasa pos. Khalifah Umar bin Khattab membangun kota Kufah dan Basrah dengan memberi perhatian khusus pada jalan raya dan pembangunan masjid di pusat kota. Beliau juga memerintahkan Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk mempergunakan sepertiga penerimaan Mesir untuk pembangunan jembatan, kanal dan jaringan air bersih.

Keempat, Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public services). Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius: birokrasi, pendidikan dan kesehatan. Di dalam Islam, birokrasi adalah amanah untuk melayani publik, bukan untuk kepentingan diri sendiri atau golongan. Khalifah Usman tidak mengambil gaji dari kantornya. Khalifah Ali membersihkan birokrasi dengan memecat pejabat-pejabat pubik yang korup. Selain itu, Islam juga mendorong pembangunan pendidikan dan kesehatan sebagai sumber produktivitas untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Kelima, Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrument utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak dan wakaf.


Keunggulan sistem ekonomi Islam berupa menyatunya nilai moral dan nilai spiritual didalam system tersebut. Nilai moral itulah yang tidak ada dalam kegiatan perekonomian model sistem ekonomi kapitalis ala barat. Jika tidak ada kontrol nilai moral, maka yang timbul adalah perilaku para pelaku ekonomi yang cenderung merusak dan dapat merugikan masyarakat umum. Sebagai contoh munculnya praktek-praktek monopoli, riba dan berbagai teknik kecurangan-kecurangan yang terus muncul dalam berbagai modus. Kondisi diatas sudah mulai disadari oleh para ekonom, tentang pentingnya nilai-nilai moral dalam ekonomi. Alternatif solusi yang ditawarkan oleh konsep ekonomi Islam dalam menghadapi krisis ekonomi yang terjadi saat ini ada 2 (dua) , yaitu : pertama, solusi yang bersifat parsial. Kedua, solusi yang bersifat komprehensif (kafah). Dalam solusi yang bersifat parsial, system ekonomi Islam berusaha mengganti faktor bunga sebagai faktor produksi dengan sistem bagi hasil, kemudian menghapus pasar sekunder dan pasar derivatif, dan memunculkan pasar modal serta perbankan syariah. Akan tetapi hal ini dianggap tidak akan memberikan hasil optimal jika sistem ekonomi tersebut sebenarnya tetap berjalan di atas guidance sistem ekonomi kapitalisme. Oleh karena itu sangat perlu untuk menerapkan system ekonomi Islam secara komprehensif (kafah), bukan penerapan secara parsial yang kurang memberikan dampak yang berarti.
Didalam ajaran sistem ekonomi Islam terdapat 3 (tiga) asas pertama cara memperoleh harta kekayaan (al milkiyah), kedua cara mengelola kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki (tasharuruf fil milkiyah),dan ketiga cara menditribusikan kekayaan tersebut di masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas) Dalam hal kepemilikan harta kekayaan di sistem ekonomi Islam dibagi menjadi tiga jenis pertama Kepemilikan individu (private property), kedua Kepemilikan oleh negara (state property), ketiga Kepemilikan oleh umum (collective property) Kepemilikan individu dapat memiliki kekayaan dengan cara-cara kepemilikan tertentu sebagai berikut : dengan bekerja, adanya warisan, kebutuhan akan harta untuk mempertahankan hidup, harta yang diperoleh oleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. Khusus harta dengan kepemilikan individu yang masuk mekanisme pasar (syariah), sedangkan 2 (dua) jenis harta yang lain mengalir ke lembaga baitul mal. Kepemilikan umum dimaksud benda-benda yang dimiliki oleh suatu komunitas yang saling membutuhkan.
Ekonomi Islam melarang kepemilikan benda tersebut dikuasai oleh seseorang atau sekelompok kecil orang. Adapun benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dikelompokan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu pertama Benda yang merupakan fasilitas umum, kedua Benda yang sifat pembentukannya mengahalangi unutk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan, dan ketiga Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar.
Kepemilikan negara berupa harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolannya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warga negara sesuai kebijakannya. Untuk mewujudkan sistem tersebut diatas dibutuhkan perubahan peran negara yang lebih berani dengan mengubah sistem perekonomian menjadi berdasarkan Islam secara menyeluruh. Sistem Ekonomi Islam merupakan bagian dari seluruh sistem ajaran agama Islam yang berhubungan erat dan komphensif. Adanya kesesuaian, keselarasan dan keseimbangan dalam fitrah manusia inilah yang tidak menyebabkan konflik kepentingan. Kebebasan berekonomi terkendali (al-hurriyah) menjadi ciri dan prinsip
sistem ekonomi Islam, seperti kebebasan memiliki unsur produksi dalam menjalankan roda perekonomian. Kebebasan individu tetap ada waaupun dengan syarat tidak merugikan kepentingan bersama atau public masyarakat umum.Sehingga dengan kondisi tersebut diharapkan tidak akan merusak hubungan tatanan sosial. Adapun penegendaliannya dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya, atas perintah  Allah Swt, melalui program zakat, infaq dan sedeqah. Ciri perekonomian Isalam juga mengedepankan persaingan bebas. Tetapi persaingan yang tetap ada tanggungjawabnya berupa kepatuhan terhadap aturan main seperti : barang tersebut tidak cacat, pasar tidak terdistorsi oleh tangan-tangan yang sengaja mempermainkannya, Larangan adanya bentuk monopoli, kecurangan, dan Larangan praktek riba.

CONTOH KASUS:
Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2017 tercatat US$ 333,6 miliar atau tumbuh 5,5 persen (year on year/yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor publik meningkat, sedangkan utang luar negeri sektor swasta menurun. Berdasarkan keterangan Bank Indonesia (BI), Selasa (18/7/2017), posisi utang luar negeri sektor publik pada Mei 2017 tercatat US$ 168,4 miliar atau tumbuh 11,8 persen yoy. Utang luar negeri ini juga lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh 9,2 persen yoy. Utang luar negeri sektor publik mengambil porsi 50,5 persen dari total utang luar negeri. Sementara, utang luar negeri sektor swasta tercatat US$ 165,2 miliar. Utang luar negeri sektor swasta mengambil porsi 49,5 dari total utang luar negeri. Utang luar negeri sektor swasta turun 0,1 persen
Menurunnya utang luar negeri swasta disebabkan utang luar negeri lembaga keuangan baik bank maupun Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), sedangkan utang luar negeri swasta nonkeuangan atau Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (PBLK) meningkat. ​​ Berdasarkan jangka waktu asal, baik utang luar negeri jangka panjang maupun utang luar negeri jangka pendek mengalami pertumbuhan.
Utang luar negeri berjangka panjang tumbuh 4,4 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan April 2017 yang sebesar 1,4 persen (yoy), sedangkan utang luar negeri berjangka pendek tumbuh 13,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan April 2017 sebesar 12,4 persen (yoy). Posisi utang luar negeri berjangka panjang tercatat sebesar US$ 289,2 miliar atau setara 86,7 persen dari total utang luar negeri. Itu terdiri dari utang luar negeri sektor publik sebesar US$165,1 miliar dan utang luar negeri sektor swasta sebesar US$124,1 miliar.
Sementara itu, posisi utang luar negeri berjangka pendek tercatat US$ 44,4 miliar atau 13,3 persen dari total utang luar negeri. Itu terdiri dari utang luar negeri sektor swasta sebesar US$41,1 miliar dan utang luar negeri sektor publik sebesar US$ 3,3 miliar.
Menurut sektor ekonomi, posisi utang luar negeri swasta pada akhir Mei 2017 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, dan listrik, gas, dan air bersih. Pangsa utang luar negeri keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 76,7 persen. Bank Indonesia memandang perkembangan utang luar negeri pada Mei 2017 tetap sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Bank Indonesia terus memantau perkembangan utang luar negeri, khususnya utang luar negeri sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi. ​​
Pandangan Islam Tentang Hutang Luar Negeri dan tawaran solusi alternative pemecahannya.
Secara umum terdapat dua pandangan  tentang hutang luar negeri sebagai alternative menutup defisit anggaran negara. Pandangan pertama menganggap bahwa external financing merupakan hal yang diperbolehkan dalam Islam, meskipun bentuk dan mekanismenya memerlukan modifikasi. Pandangan yang kedua menganggap bahwa negara Islam tidak selayaknya mencari hutang luar negeri sebagai
penutup saving gap-nya. Pandangan pertama ini pada dasarnya membolehkan adanya budged deficit yang ditutup dengan external financing, sepanjang bentuk dan mekanismenya disesuaikan dengan syariah.
Pandangan tersebut dilatarbelakangi oleh konsep dan fakta historis bahwa kerjasama dengan pihak lain dalam suatu usaha diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Bentuk-bentuk kerjasama yang diperkenankan dalam syariah, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, dan lain-lain, dapat dikembangkan sebagai bentuk external financing dalam angaran negara. Bentuk-bentuk ini pada prinsipnya lebih bersifat flow creating equity daripada flow creating debt, dimana mulai banyak  diimplementasikan oleh lembaga-lembaga
keuangan internasional. Islamic Development Bank (IDB) telah banyak membiayai proyek di negaranegara
Islam dengan skema ini. Dibandingkan dengan hutang, penyertaan modal dipandang
lebih konstruktif, proporsional dan fair dalam  pembiayaan, karena terdapat pembagian
perolehan dan resiko (loss- profit sharing).
Pandangan kedua, melarang negara Islam untuk menutup budged deficit dengan hutang luar negeri. Pandangan ini sebenarnya lebih dikarenakan pertimbang-an faktual dan preventif, dimana keterlibat-an negara-negara Islam dalam hutang luar negeri pasti akan berinteraksi dengan sistem bunga. Dalam perspektif Islam, bunga (apapun motifnya-produksi-konsumsi, dan
berapapun besar-tinggi/berlipat-lipat/atau rendah) dipandang sebagai riba, dan karenanya dilarang oleh agama dengan tegas. Pada akhirnya, hal ini akan menjerumuskan dalam  berbagai bentuk transaksi riba yang dilarang oleh agama. Dengan demikian, maka sebaiknya Negara Islam tidak memiliki hutang luar negeri. Dalam
fakta, bunga hutang luar negeri juga telah menjadi beban yang berat bagi negara-negara
debitur.

Cara penyelesaian krisis hutang secara internal.
Islam masih menawarkan teori penyelesaian krisis hutang secara sosial. Dalam kondisi dimana debitur benar-benar pailit yang dalam istilah hukum Islamnya disebut muflis, Islam menawarkan dua cara penyelesaian:

a. Bantuan sosial dari masyarakat. Sanak saudara, teman dan para dermawan secara sukarela memberikan bantuan untuk menyelesaikan hutang debitur yang pailit. Ini merupakan perwujudan dari kepekaan, kepedulian dan solidaritas social sebagaimana yang dianjurkan Islam. Cara penyelesaian sosial ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Pada saat itu ada seorang pengusaha yang jatuh pailit dan masih menanggung beban hutang yang sangat berat akibat kegagalan usaha  buah-buahan. Nabi menyerukan kepada
masyarakat untuk memberikan bantuan, dan bantuan pun mengalir, meskipun akhirnya belum juga dapat menutup seluruh utangnya. Kemudian Nabi mengambil kebijakan meminta kepada seluruh kreditur untuk mau menerima apa  yang bisa didapat dan mengikhlaskan
kekurangannya.
b. Bantuan sosial dari lembaga zakat dan negara. Debitur yang bangkrut, berhak
mendapatkan bantuan sosial dari lembaga zakat atau dana sosial dari negara. Dengan catatan hutang tersebut benar-benar  digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umum.

Dari uraian tersebut di atas, menjadi tampak jelas bahwa solusi yang ditawarkan Islam untuk memecahkan masalah krisis hutang adalah sangat realistis, adil dan manusiawi, serta dapat diterapkan secara universal, baik antar pribadi, antar bangsa dan antar negara. Solusi tersebut telah mensinergikan berbagai dimensi sudut pandang, dimensi individu dan masyarakat, dimensi hukum, etika dan moral.

Daftar Pustaka
Bisnis.liputan6.com

Hartono, Djoko Setyo, 2011, “Ekonomi Islam Sebagai Solusi Alternatif Krisis Ekonomi Eropa”,dalam



Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA MENGHITUNG NPV, NET BC,GROSS BC,IRR, PP, BEP, PR

KONSEP BANGUN DESA dan We Save Dompu